Insert toast message

cover
/
Bagaimana Velocity® Sashiko Lahir dari Pewarnaan yang Bertanggung Jawab
Scroll Down

Nov 9, 2025

Bagaimana Velocity® Sashiko Lahir dari Pewarnaan yang Bertanggung Jawab

Beberapa waktu sebelum Velocity® Sashiko release, tim Compass® berkesempatan main ke Pekalongan untuk ngintip tempat di mana kain Velocity® Sashiko ditenun dan diwarnai, yaitu di Craft Denim milik Asyfa Fuadi atau yang akrab disapa Mas Asfa.

Dari luar, mungkin ini terlihat seperti workshop pada umumnya. Tapi saat ngobrol dengan Mas Asfa, kami sadar hal yang mereka lakukan di sini jauh lebih besar dari sekadar produksi kain.


Di awal obrolan, Mas Asfa langsung bilang, “Kami di Craft Denim, selain menggunakan warna alam, kami juga membuat instalasi unit pengolahan limbah karena kami tidak ingin menjadi kontributor dalam pencemaran lingkungan terutama sungai.”

Kami pikir cerita tentang sungai berwarna itu cuma mitos lama. Tapi ternyata itu kenyataan sehari-hari di sini. Airnya bisa merah, coklat, biru, bahkan hitam. Bukan cuma karena batik, namun industri tekstil besar yang juga ikut memberi andil dalam musim warna sungai di Pekalongan.

Dan di tengah kenyataan itu, Craft Denim mengambil pilihan yang berbeda. Ada kesadaran, ada tanggung jawab, dan ada keteguhan untuk nggak ikut menambah masalah di sungai-sungai Pekalongan.

Dan dari situ, cerita Mas Asfa soal pengolahan limbah mulai mengalir.

gallery
gallery
gallery

Sungai Pekalongan.

Bayangkan, kain sepatu Velocity® Sashiko berwarna indigo tak hanya dicelup 1-2 kali saja. Dengan metode tradisional, Craft Denim memerlukan sekitar sembilan kali pewarnaan menggunakan indigo, dua kali menggunakan kulit kayu, dan menguci warna dengan air tawas, kemudian ditutup dengan satu kali pencelupan indigo.

Dari proses panjang itu apakah kamu terbayang seberapa banyak air yang akan menjadi limbah kembali pada sungai di Pekalongan?

Craft Denim dengan sadar memahami bahwa limbahnya tetap harus diolah.

Terdapat beberapa bak untuk memproses air pewarnaan hingga kembali bisa digunakan. Setiap tetes air sisa pewarnaan dikumpulkan di bak pertama, bersama dengan sabun dan sisa proses pencucian. Dari sini, air mulai disaring, masuk ke bak kedua untuk dipantau tingkat kejernihannya.

Setelah cukup encer, air dipompa ke bak oksidasi, tempat udara dimasukkan untuk mengurai zat tersuspensi supaya endapannya turun. Kata Mas Asfa, proses oksidasinya sekitar setengah jam, tapi nunggunya bisa beberapa jam sampai air dan endapan benar-benar terpisah.

Nggak berhenti sampai disitu. Setelah filtrasi awal, air masuk ke instalasi penyaringan alami yang terdiri dari 7–8 bak kecil berisi: karang jahe, batu zeolit, pasir malang, karbon aktif, dan rumah mikroba.

Formasi ini diulang beberapa kali sampai di bak terakhir, pH-nya harus sudah netral. Sampai sini, Mas Asfa bilang mereka punya cara sederhana untuk membuktikan air itu benar-benar aman, mereka menaruh ikan di bak terakhir. Kalau ikan hidup, artinya airnya sudah bersih.

Lalu air ini dikembalikan lagi ke tandon untuk dipakai ulang. Untuk mencuci, untuk mewarnai, dan siklusnya berulang.

“Dari unit pengolahan limbah ini kami berhasil mengolah atau memanfaatkan kembali 67% dari total air yang kita pakai,” ucap Mas Asfa.

Artinya, untuk setiap meter kain yang dipakai Compass®, konsumsi airnya hanya 700 ml.

gallery
gallery
gallery
gallery
Meski pewarna alam relatif aman, mereka tetap merasa bertanggung jawab. Mas Asfa menutup percakapan dengan kalimat yang menurut kami membekas:

“Anak cucu kita masih deserve alam yang baik yang ditinggalkan oleh generasi kita. Jadi ayo jangan habiskan semuanya demi kesuksesan kita, tapi kita harus menyisakan bahkan melestarikan untuk generasi selanjutnya.”

Melihat langsung bagaimana Craft Denim mengolah limbah membuat kami sadar bahwa keberlanjutan bukan sekadar konsep, tapi keputusan-keputusan kecil yang dilakukan setiap hari. Velocity® Sashiko bukan sekedar kain berwarna indigo, tapi bukti bahwa produksi bisa berjalan selaras dengan alam.

Collaboration / CROSSOVER® / FDMTL™
Category / Art
Release Date / 7 November 2025
More info / @sepatucompass on Instagram
Contact / marketing@sepatucompass.com
gallery
1/1